Advertisement

MEMBANGUN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI MELALUI PENINGKATAN ESQ (EMOTIONAL-SPIRITUAL QUOTIENT)

MEMBANGUN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI MELALUI PENINGKATAN ESQ (EMOTIONAL-SPIRITUAL QUOTIENT)

Dr. Mohamad Yasin Yusuf, M.Pd.I.
SMA N 1 Pakel
dr.mohamadyasinyusuf@gmail.com

Korupsi merupakan sebuah tindakan yang menyalahgunakan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi atau golongan. Seseorang berani melakukan korupsi karena dalam diri mereka tidak memiliki integritas yang kuat, kepakaan sosial, maupun kesadaran yang tinggi baik secara pribadi, dalam lingkungan sosial, maupun dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhannya. Membangun keseimbangan dan keterpaduan antara berbagai dimensi dasar diri manusia baik fisik, sosial dan mental-spiritual, merupakan bentuk dari pendidikan anti korupsi yang perlu dibangun sejak dini pada diri peserta didik Oleh karena itu, melejitkan potensi kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, merupakan sebuah langkah dalam mengantisipasi perilaku korupsi. Dari sini, maka pada diri setiap peserta didik perlu dibangun pendidikan anti korupsi melalui penigkatan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient), sebagai upaya untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi.

Korupsi merupakan sebuah tindakan melanggar hukum yang terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Dengan penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi, maka segala sesuatu yang seharusnya berorientasi pada kepentingan umum pada akhirnya akan dikesampingkan demi mencapai tujuan pribadi tersebut. Masalah korupsi ini memang telah menjadi salah satu dari dilema berkepanjangan yang dihadapi oleh pemerintah maupun swasta sepanjang sejarah. Walaupun mungkin terdapat perbedaan-perbedaan dalam sifat dan cakupan dari perilaku korup, namun fenomena tersebut dapat ditemukan pada semua sistem yang sedang berjalan, baik yang ada dalam sistem pemerintah maupun swasta.

Tindakan korupsi akan berakibat buruk terhadap kehidupan manusia muapun keberlangsungan sebuah organisasi baik pemerintah maupun swasta. Tindakan korupsi ini sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, sebab dapat mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan umat manusia seperti aspek ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Apabila berbagai macam aspek kehidupan tersebut telah terjangkit penyakit “korupsi” maka dapat dipastikan bahwa keberlangsungannya akan berjalan secara “tidak sehat” yang pada akhirnya akan mengalami kelumpuhan dan kehancuran. Sekecil apapun penyakit “korupsi” yang menjangkitnya, pada akhirnya akan tetap menimbulkan permasalahan dan semakin lama akan menjadi semakin kompleks. Oleh karena itu,

2

diperlukan berbagai macam upaya dalam rangka mencegah tindak pidana korupsi tersebut, agar kepentingan publik dapat berjalan dengan baik tanpa dihalangi oleh kepentingan yang bersifat pribadi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan korupsi adalah menumbuhkan integritas yang tinggi pada diri setiap orang yang berada di sebuah organisasi baik pemerintah maupun swasta. Integritas adalah kesesuaian antara kata dan perbuatan dalam menerapkan etika kerja, nilai-nilai, kebijakan dan peraturan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dipegangnya. Melalui integritas tersebut, maka setiap orang akan bertindak secara baik dan benar dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan melakukan sebuah tindakan yang menyimpang, baik ketika mereka sedang diawasi maupun ketika mereka tidak sedang diawasi, karena komitmen untuk hidup yang sesuai dengan etika, nilai-nilai, kebijakan dan peraturan hidup, telah mereka pegang dengan kuat dalam diri mereka tanpa tergoyahkan oleh bujuk dan rayuan apapun.

Tindakan korupsi terjadi karena tidak adanya komitmen yang tinggi pada diri para pelakuknya untuk terus memegang etika, nilai-nilai, kebijakan dan peraturan hidup secara baik. Sehingga dalam kondisi tertentu, misalnya karena sedang tidak ada pengawasan atau karena adanya kesempatan, maka pada akhirnya mereka melakukan tindakan korupsi tersebut. Hal ini berarti seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi tidak memiliki integritas yang tinggi dalam diri mereka, karena integritas diri selalu terkait dengan komitmen diri yang kuat untuk selalu tunduk pada sebuah etika dan peraturan yang berlaku dalam kondisi dan situasi bagaimanapun juga, baik ketika ada pengawasan maupun ketika tidak ada pengawasan dan baik ketika sedang ada kesempatan maupun tidak ada kesempatan.

Dari sini, maka diperlukan sebuah upaya dalam menguatkan integritas diri sehingga perilaku meyimpang seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, tidak akan terjadi baik dalam lingkungan pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Salah satu langkah dalam penguatan integritas diri adalah melalui peningkatan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual seseorang, atau lebih dikenal dengan istilah ESQ (Emotional-Spiritual Quotient). Istilah ini merupakan gabungan dari EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Yang pertama, EQ (Emotional Quotient) pertama kali di lontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Solovey dari Harvard University dan John Mayor dari University of New Hampshire (Laurence E Shapiro, 1999: 5). Sedangkan yang kedua, SQ (Spiritual Quotient) merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali di gagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual yang di paparkan oleh kedua ahli ini

3

antara lain adalah riset ahli psikologi/ syaraf, Michel Persinger pada awal tahun 1990-an, dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh ahli syaraf V.S. Ramachandran yang menemukan eksistensi God-Spot dalam otak manusia, sebagai pusat spiritual yang terletak di antara jaringan syaraf dan otak (Agustian, Ary Ginanjar, 2001: xxxix).

Kedua istilah yang berbeda tersebut, yaitu EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient), kemudian ditawarkan kembali oleh Ary Ginanjar Agustian dengan menggabungkan kedua kecerdasan tersebut dengan nama ESQ (Emotional-Spiritual Quotient), yang dijabarkan dalam bukunya berjudul “Rahasia sukses Membangun ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam”. ESQ adalah singkatan dari Emotional Spiritual Quotient yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah pelatihan sumber daya manusia. ESQ merupakan lembaga pelatihan sumber daya manusia yang bertujuan membentuk karakter melalui penggabungan 3 potensi manusia yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Selama ini, ketiga potensi tersebut terpisah dan tidak didayagunakan secara optimum untuk membangun sumber daya manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral yang berdampak pada turunnya kinerja, rendahnya integritas diri, serta lemahnya motivasi diri untuk maju dan berkembang. Lebih buruk lagi, mereka akhirnya menjadi manusia yang kehilangan makna hidup serta jati dirinya.

Melalui peningkatan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, maka akan dapat menjadikan potensi diri manusia semakin meningkat, baik potensi diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, sosial, maupun hubungan antara dirinya dengan Tuhan sebagai penciptannya. Peningkatan ketiga kecerdasan tersebut telah dilakukan oleh Ary Ginanjar Agustian dengan mendirikan sebuah lembaga pelatihan dengan nama ESQ Leadership Center atau sering disingkat sebagai ESQ LC. Lembaga ini berdiri sejak 16 Mei 2000, ESQ LC telah menjadi salah satu lembaga pelatihan sumber daya manusia terbesar di Indonesia. Setiap bulan terselenggara rata-rata 100 even training di dalam maupun luar negeri, dan menghasilkan alumni per bulan rata-rata 10.000-15.000 orang. Sampai dengan saat ini, telah terselenggara lebih dari 5.000 training dengan total alumni hampir 1 juta orang. Untuk melaksanakan itu semua, ESQ LC saat ini didukung lebih dari 500 orang karyawan. Sejak tahun 2006, mulai diselenggarakan training di luar negeri seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. Tahun 2009, beberapa negara lainnya seperti Jepang, Dubai, Mesir menunggu untuk terselenggaranya training ESQ.

Training ESQ bukan hanya ditujukan bagi kalangan dewasa namun juga bagi mahasiswa, remaja dan anak-anak, sebagai generasi penerus masa depan yang harus diselamatkan. Menyadari akan tanggung jawab sosialnya, ESQ LC bekerja sama dengan

4

Forum Komunikasi Alumni ESQ telah melaksanakan berbagai program bagi masyarakat dan salah satu diantaranya adalah training cuma-cuma bagi lebih dari 100.000 guru di seluruh Indonesia. Tujuannya, agar para guru memiliki kecerdasan emosional dan spiritual disamping kecerdasan intelektual dan membangun ketiga kecerdasan tersebut pada para siswa. Program tersebut akan terus digulirkan hingga target minimum 1 juta orang guru tercapai pada tahun 2020 (http://www.esqway165.com).

Dari latar belakang ini, maka peningkatan ketiga kecerdasan manusia, yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagaimana yang dilakukan oleh Ary Ginanjar Agustian ini sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan seluruh potensi manusia, agar mereka menjadi sosok pribadi yang utuh, memiliki kepribadian yang baik, dan mampu melakukan hubungan yang baik dalam lingkungan sosialnya. Dengan peningkatan ketiga kecerdasan tersebut, maka integritas seseorang juga akan semakin meningkat dengan baik, karena integritas menurut Filsuf Herb Shepherd adalah sebuah kesatuan yang mencakup empat nilai, yaitu perspektif (spiritual), otonomi (mental), keterkaitan sosial, dan tonus (fisik) (Antonius, 2002: 135-136). Hal ini berarti bahwa seseorang yang memiliki integritas yang tinggi adalah mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dengan baik.

Dari sini, maka peningkatan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) sebagaimana yang dilakukan oleh Ary Ginanjar Agustian dapat dijadikan sebagai langkah dalam peningkatan integritas diri seseorang. Dengan meningkatnya integritas diri secara baik, maka kinerja seseorang akan semakin meningkat. Selain itu, dengan meningkatnya integritas pada diri seseorang, maka berbagai macam tindakan yang menyimpang seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, juga tidak akan dilakukannya karena semua itu bertentangan dengan etika, nilai, pedoman, dan komitmen hidup mereka. Dari penjelasan tersebut, maka menarik untuk dilakukan kajian lebih mendalam terkait dengan penguatan integritas melalui peningkatan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) dalam upaya pencegahan korupsi dalam perspektif pemikiran Ary Ginanjar Agustian, baik melalui kajian literatur dari buku-buku karangannya melalui penelitian kepustakaan (library research), maupun dari pelatihan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient) yang diadakannya melalui penelitian lapangan secara langsung (field research).



Anda juga dapat memperoleh file tersebut di sini.

Selamat membaca semoga bermanfaat dan menginspirasi kawan guru hebat!


Penulis :



Posting Komentar

0 Komentar