Advertisement

Membangun Budaya Positif

 Membangun Budaya Positif

(Study Kasus terhadap Siswa yang Acuh tak Acuh terhadap pelajarannya)

Oleh : Mohamad Yasin Yusuf

I. Pendahuluan

Budaya positif dalam dunia pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan berdampak positif pada perkembangan siswa. Dalam kasus yang akan dijelaskan berikut ini, kita akan melihat bagaimana seorang guru, Ibu Dani, berinteraksi dengan salah seorang siswanya, Fajar, yang tampak acuh tak acuh terhadap pelajarannya. Kami akan mengkaji posisi kontrol yang diambil oleh Ibu Dani, kebutuhan yang diperlukan oleh Fajar, serta bagaimana kepala sekolah dapat memberikan tindak lanjut dalam mendukung budaya positif di sekolah.

Kasusnya adalah sebagai berikut :

Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?”

Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.

Dalam kasus Fajar, Ibu Dani telah mengambil posisi kontrol yang mencakup beberapa aspek. Ibu Dani awalnya mencoba posisi "Pembuat Rasa Bersalah" dengan mengajak Fajar untuk menjawab pertanyaan di papan tulis dan menegurnya dengan ungkapan kasihan terhadap usahanya sebagai guru. Namun, setelah Fajar tidak merespons dengan baik, Ibu Dani

beralih ke posisi "Penghukum" dengan memberikan teguran lebih keras dan menunjukkan ketidakpuasannya terhadap perilaku Fajar yang acuh tak acuh. Melihat sikap dan perilaku Fajar, beberapa kebutuhan mungkin tidak terpenuhi. Fajar mungkin mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran Bahasa Inggris, yang mungkin menjadi penyebab ketidakpedulian dan kurangnya motivasi dalam pelajaran tersebut. Selain itu, Fajar juga mungkin membutuhkan dukungan lebih dalam memecahkan masalahnya dan mungkin membutuhkan dorongan positif untuk meningkatkan motivasinya. Untuk membahas lebih mendalam, maka makalah ini akan berusaha menjelaskan kasus tersebut berdasarkan paradigma dalam membangun budaya positif di sekolah.

II. Posisi Kontrol yang Diambil oleh Ibu Dani

Dalam kasus ini, Ibu Dani tampaknya mengambil posisi "Penghukum" dengan memberikan peringatan kepada Fajar dan meminta Fajar untuk maju ke depan dan menjawab pertanyaan. Namun, saat Fajar tidak menunjukkan respons yang diharapkan, Ibu Dani juga mencoba menggunakan posisi "Pembuat Rasa Bersalah" dengan mengingatkan Fajar bahwa ia harus lebih memperhatikan pelajarannya. Kemudian, Ibu Dani beralih ke posisi "Manajer" dengan memberikan tugas kepada Fajar dan menginstruksikannya untuk maju ke depan dan menyelesaikannya di papan tulis, akan tetapi ternyata Fajar tetap tidak mampu melaksanakan intruksi yang diberikan Ibu Dina tersebut.

Dalam kasus tersebut, yang menarik untuk dibahas secara lebih mendalam adalah kata-kata dari Ibu Dina yaitu: “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu. Ini adalah posisi kontrol diri terkait "Pembuat Rasa Bersalah". Kasus pembuat seseorang merasa bersalah seperti yang terjadi pada percakapan antara Ibu Dani dan Fajar mencerminkan salah satu aspek dalam pendekatan pendidikan yang mencoba untuk memotivasi atau mengubah perilaku dengan mengajak perasaan bersalah. Dalam konteks ini, Ibu Dani menggunakan posisi kontrol "Pembuat Rasa Bersalah" untuk mengajak Fajar merenungkan perilakunya yang acuh tak acuh terhadap pelajarannya. Pendekatan ini mendasarkan diri pada asumsi bahwa dengan membuat seseorang merasa bersalah atau menunjukkan dampak negatif dari perilaku mereka, individu akan lebih cenderung untuk memperbaiki diri. Namun, pendekatan ini memiliki pro dan kontra yang perlu diperhatikan.

Di satu sisi, mengajak seseorang untuk merasa bersalah bisa menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap dampak perilaku mereka terhadap orang lain, terutama dalam konteks pendidikan. Ini dapat memotivasi mereka untuk berubah dan lebih bertanggung jawab atas tindakan mereka. Namun, di sisi lain, penggunaan terlalu banyak tekanan atau membuat seseorang merasa bersalah secara berlebihan juga dapat memiliki efek negatif, seperti menurunkan motivasi atau menyebabkan stres dan kecemasan. Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan orang dewasa yang bekerja dengan anak-anak untuk menggunakan pendekatan ini dengan bijak dan mendukungnya dengan komunikasi yang empatik dan pemahaman terhadap situasi individu.

Dalam kasus Fajar, sementara Ibu Dani mencoba mengajaknya merasa bersalah karena kurangnya perhatian terhadap pelajarannya, penting juga bagi guru untuk mencari tahu penyebab sebenarnya dari perilaku tersebut dan memberikan dukungan yang sesuai. Dalam pendidikan, memahami aspek psikologis dan emosional siswa merupakan kunci untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang dengan baik.

III. Kebutuhan yang Diperlukan oleh Fajar

Dari respons Fajar yang tampak acuh tak acuh terhadap pelajarannya, kita dapat melihat bahwa Fajar mungkin memiliki berbagai kebutuhan yang belum terpenuhi. Beberapa dari kebutuhan ini termasuk kebutuhan akan motivasi intrinsik, perhatian, pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran, dan dukungan dari guru dan teman-temannya. Kebutuhan untuk merasa dihargai dan diperhatikan oleh orang dewasa di sekitarnya juga mungkin menjadi faktor penting.

Dari respons Fajar yang tampak acuh tak acuh terhadap pelajarannya, kita dapat menyimpulkan bahwa Fajar mungkin mengalami kebutuhan akan motivasi intrinsik yang belum terpenuhi. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu karena rasa minat, kepuasan, atau pencapaian pribadi. Fajar mungkin kehilangan minatnya dalam pelajaran Bahasa Inggris, dan ini perlu diperhatikan agar dia dapat kembali termotivasi untuk belajar.

Selain motivasi intrinsik, Fajar juga membutuhkan perhatian lebih dari guru dan teman-temannya. Mungkin dia merasa kurang diperhatikan atau kurang mendapatkan dukungan

dalam proses pembelajaran. Dukungan emosional dan akademik dari lingkungan sekolah sangat penting untuk membantu Fajar merasa dihargai dan termotivasi.

Kebutuhan akan pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran juga bisa menjadi faktor penting dalam perilaku Fajar. Mungkin Fajar mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran Bahasa Inggris, sehingga dia merasa frustrasi dan kehilangan minat. Guru perlu mengidentifikasi area-area di mana Fajar kesulitan dan memberikan bantuan yang sesuai.

Dukungan dari guru dan teman-temannya juga merupakan kebutuhan penting. Ketika seseorang merasa didukung dan diterima oleh lingkungannya, mereka cenderung lebih termotivasi untuk berpartisipasi dan berusaha keras. Guru dan teman-teman sekelas dapat berperan dalam memberikan dukungan moral, membantu dalam belajar, dan memberikan dorongan positif kepada Fajar.

Kebutuhan untuk merasa dihargai dan diperhatikan oleh orang dewasa di sekitarnya juga mungkin menjadi faktor yang memengaruhi perilaku Fajar. Mengajak Fajar untuk merenungkan dan memahami dampak dari perilakunya yang acuh tak acuh bisa menjadi langkah awal dalam membantu Fajar memahami pentingnya perhatian dan dukungan dalam proses pembelajaran.

IV. Posisi Pemantau dan Tindakan yang Dapat Dilakukan oleh Ibu Dani

Apabila Ibu Dani memilih untuk mengambil posisi "Pemantau" terhadap Fajar, langkah pertama yang dapat dilakukannya adalah melakukan observasi yang lebih mendalam terhadap perilaku dan kinerja akademik Fajar. Ibu Dani dapat mencatat pola perilaku Fajar, seperti waktu dan situasi di mana Fajar lebih cenderung tidak fokus atau acuh tak acuh. Selain itu, Ibu Dani juga dapat melakukan wawancara dengan Fajar secara pribadi untuk memahami lebih dalam mengenai perasaan dan motivasi Fajar dalam belajar. Pertanyaan yang diajukan bisa berkisar pada apakah ada faktor-faktor tertentu yang mengganggu perhatian Fajar, atau apakah ada kesulitan dalam memahami materi pelajaran tertentu. Selain itu, Ibu Dani juga dapat mengajukan pertanyaan yang mendorong Fajar untuk merenung tentang tujuan pendidikannya dan bagaimana belajar dapat membantu mencapai tujuan tersebut. Ini bisa membantu Fajar menemukan motivasi intrinsik yang lebih kuat dalam proses belajarnya.

Pendidikan adalah proses yang kompleks dan individual, di mana setiap siswa memiliki keunikan dan tantangan mereka sendiri. Dalam kasus Fajar, seorang siswa yang tampak acuh tak acuh terhadap pelajarannya, Ibu Dani, seorang guru yang peduli, memilih untuk mengambil posisi "Pemantau" untuk membantu Fajar mencapai potensinya. Posisi ini mengharuskan guru untuk melakukan observasi yang lebih mendalam terhadap perilaku dan kinerja akademik siswa, serta berusaha memahami perasaan dan motivasi mereka dalam belajar.

Langkah pertama yang diambil oleh Ibu Dani adalah melakukan observasi yang cermat terhadap perilaku Fajar. Ini melibatkan pencatatan pola perilaku Fajar, seperti situasi di mana dia cenderung tidak fokus atau acuh tak acuh. Dengan mencatat informasi ini, Ibu Dani dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengganggu perhatian Fajar dalam pembelajaran. Observasi ini juga membantu guru untuk lebih memahami karakteristik siswa dan memberikan pandangan yang lebih dalam tentang tantangan yang dihadapi oleh Fajar. Selain observasi, Ibu Dani juga melakukan wawancara pribadi dengan Fajar. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang perasaan dan motivasi Fajar dalam belajar. Pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Dani bisa berkisar pada faktor-faktor yang mungkin mengganggu perhatian Fajar, seperti masalah pribadi atau situasi di luar sekolah. Ini juga dapat mencakup pertanyaan tentang kesulitan yang dialami Fajar dalam memahami materi pelajaran tertentu. Wawancara ini menciptakan ruang bagi Fajar untuk berbicara tentang pengalaman dan perasaannya, yang dapat membantu guru dalam merancang strategi pembelajaran yang lebih sesuai.

Selanjutnya, Ibu Dani juga mengajukan pertanyaan yang mendorong Fajar untuk merenung tentang tujuan pendidikannya. Ini mencakup pertanyaan tentang apa yang ingin dicapai oleh Fajar dalam pendidikannya dan bagaimana belajar dapat membantu mencapai tujuan tersebut. Ini membantu siswa menemukan motivasi intrinsik yang lebih kuat dalam proses belajarnya, karena mereka dapat melihat hubungan antara pembelajaran dan pencapaian tujuan mereka yang lebih besar. Mengambil posisi "Pemantau" adalah langkah yang bijak dalam membantu siswa seperti Fajar. Ini tidak hanya membantu guru memahami siswa dengan lebih baik, tetapi juga membantu siswa merasa didengarkan dan didukung dalam perjalanan pendidikan mereka. Dengan pendekatan yang cermat dan empatik, seperti

yang dilakukan oleh Ibu Dani, kita dapat membantu setiap siswa mencapai potensinya dan meraih kesuksesan dalam pembelajaran.

V. Tindak Lanjut Sebagai Kepala Sekolah

Sebagai kepala sekolah di sekolah Fajar, tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung budaya positif. Ini dapat mencakup program-program pendukung seperti kelas pelatihan keterampilan belajar, bimbingan akademik, atau program pengembangan karakter yang dirancang untuk membantu siswa seperti Fajar. Selain itu, kepala sekolah dapat memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara guru dan siswa, sehingga siswa merasa lebih didengar dan diperhatikan dalam proses pembelajaran. Selain itu, kepala sekolah juga dapat berperan dalam memberikan dukungan kepada guru untuk mengembangkan strategi pengajaran yang lebih efektif dan mengatasi masalah keterlambatan seperti yang dialami Fajar. Ini bisa mencakup pelatihan bagi guru dalam menghadapi berbagai tantangan dalam pembelajaran jarak jauh dan cara terbaik untuk memotivasi siswa yang kurang tertarik.

Sebagai seorang kepala sekolah di sekolah Fajar, tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung budaya positif menjadi prioritas utama. Kasus Fajar yang tampak acuh tak acuh terhadap pelajarannya adalah tantangan yang perlu dihadapi dengan bijak. Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk membantu siswa seperti Fajar meraih potensinya yang sebenarnya. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah melalui program-program pendukung yang dirancang khusus untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan belajar yang efektif. Program kelas pelatihan keterampilan belajar dapat membantu siswa seperti Fajar dalam memahami strategi belajar yang lebih baik, seperti cara mengatur waktu, mengatasi prokrastinasi, dan memotivasi diri sendiri. Selain itu, bimbingan akademik juga dapat menjadi sarana yang efektif dalam memberikan dukungan individu kepada siswa yang memerlukan bantuan tambahan dalam pemahaman materi pelajaran. Tidak hanya itu, kepala sekolah juga dapat mempertimbangkan untuk mengimplementasikan program pengembangan karakter yang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai positif dalam diri siswa. Program semacam ini dapat membantu siswa memahami pentingnya etika kerja, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap guru serta teman-teman

mereka. Dengan demikian, siswa dapat menjadi anggota yang aktif dan produktif dalam lingkungan sekolah yang positif.

Selain program-program pendukung, penting juga bagi kepala sekolah untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara guru dan siswa. Siswa harus merasa bahwa pendapat dan perasaan mereka didengar dan diperhatikan oleh guru. Kepala sekolah dapat membantu menciptakan forum atau wadah yang aman bagi siswa untuk menyampaikan masalah mereka dan berdiskusi tentang cara mengatasi kendala dalam pembelajaran. Selain dari sudut pandang siswa, kepala sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan kepada guru-guru dalam mengembangkan strategi pengajaran yang lebih efektif. Guru perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara menghadapi berbagai tantangan dalam pembelajaran jarak jauh, seperti bagaimana mengatasi keterlambatan seperti yang dialami oleh Fajar. Pelatihan dan sumber daya yang tepat dapat membantu guru dalam mengatasi situasi semacam ini dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih efektif. Oleh karena itu, jika saya sebagai kepala sekolah di sekolah Fajar, menciptakan budaya positif dalam lingkungan sekolah adalah tanggung jawab yang sangat penting. Program-program pendukung, komunikasi yang baik antara guru dan siswa, serta dukungan kepada guru dalam mengatasi kendala pembelajaran adalah beberapa langkah konkret yang dapat diambil untuk membantu siswa seperti Fajar meraih potensi terbaik mereka. Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung perkembangan siswa dan mencapai kesuksesan dalam pendidikan.

VI. Kesimpulan

Dalam menciptakan budaya positif di sekolah, penting untuk memahami berbagai posisi kontrol yang dapat digunakan oleh guru dan perlu memahami kebutuhan siswa seperti Fajar. Penerapan posisi kontrol yang bijak dan sensitif terhadap kebutuhan individu dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendukung perkembangan siswa. Selain itu, tindak lanjut dari kepala sekolah juga sangat penting dalam memastikan bahwa budaya positif terus ditingkatkan dan siswa mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.





Posting Komentar

0 Komentar