Advertisement

IN HOUSE TRAINING (IHT) PENYUSUNAN PROGRAM KERJA TAHUN 2022 BERBASIS EDS SMAN 1 PAKEL TULUNGAGUNG (part 1)

 IN HOUSE TRAINING (IHT)

PENYUSUNAN PROGRAM KERJA TAHUN 2022 BERBASIS EDS SMAN 1 PAKEL TULUNGAGUNG

 

“GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)”

Oleh : Mohamad Yasin Yusuf

a.             Pengertian Literasi

Kata Literasi sering kita baca dan kita dengar dalam istilah sehari-hari, sehingga sebenarnya kata ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Kata literasi yang dalam bahasa inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin yaitu  litera (huruf) dimana kata ini sering diartikan sebagai keaksaraan (aksara). Jika dilihat dari makna secara harfiyah literasi berarti kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis secara baik. Seringkali orang yang bisa membaca dan menulis disebut literat, sedangkan orang yang tidak  bisa membaca dan menulis disebut iliterat atau buta aksara. Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis dengan baik. Selain itu literasi juga memiliki kesamaan arti dengan belajar dan memahami sumber bacaan dengan baik. Bahkan ketika diartikan secara lebih luas, terkait dengan belajar dan sumber bacaan itu sebenarnya tidak terbatas pada sumber bacaan yang tertulis saja, namun juga yang tidak tertulis seperti jika dalam kajian Islamic studies disebutkan bahwa sumber ilmu berasal dari bayani, burhani dan irfani.

Terkait dengan gerakan literasi di dunia pendidikan, bahwa pengertian pendidikan yang terdapat pada UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 pasal 1 tentang sistem pendidikan (SISDIKNAS) adalah sebagai berikut: Terkait dengan buku sebagai salah satu sumber informasi, rendahnya minat dan gairah membaca sebagian berakar dari masih kuatnya tradisi lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat Indonesia. Gerakan Literasi Sekolah dikembangkan berdasarkan 9 agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Salah satu kegiatan di dalam Gerakan Literasi Sekolah tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan instrumen yang paling penting  sekaligus paling strategis untuk mencapai tujuan individual maupun sosial menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang dapat melakukan hubungan yang baik dalam berbagai macam dimensi, baik secara pribadi, sosial, lingkungan dan juga kepada Tuhan. Jika seseorang individu membangun mimpi-mimpi masa depan yang indah dan menjanjikan dalam kehidupannya, maka ia membutuhkan alat bantu untuk mewujudkannya. Mungkin saja ia bisa belajar dari lingkungan, teman, atau dari membaca buku. Semua itu merupakan jalan yang membuka kearah perwujudan mimpi. Tetapi dari semua mekanisme tersebut, pendidikan lewat jenjang sekolah yang paling memungkinkan dan memberi peluang besar untuk mencapainya. Oleh karena itu, secara lebih luas dapat diartikan bahwa sumber literasi bagi seseorang tidak terbatas pada buku, tulisan dan sekolah formal saja, akan tetapi lebih luas dari itu semua. Pendidikan secara lebih luas juga tidak terbatas pada pendidikan formal saja, namun juga pendidikan yang di luar jalur formal. Pendiidkan yang memiliki arti luas inilah yang merupakan sumber literasi bagi seseorang untuk mencapai kesuksesan dalam hidupnya.

 

b.             Jenis-Jenis literasi

Istilah literasi sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sebnarnya literasi memiliki makna yang sangat luas. Istilah ini sebenarnya sudah mulai digunakan dalam skala yang lebih luas tetapi tetap merujuk pada kemampuan atau kompetensi dasar literasi yakni kemampuan membaca serta menulis. Intinya, hal yang paling penting dari istilah literasi adalah bebas buta aksara supaya bisa memahami semua konsep secara fungsional, sedangkan cara untuk mendapatkan kemampuan literasi ini adalah dengan melalui pendidikan. Sejauh ini, terdapat 9 macam literasi, antara lain :

1)        Literasi Kesehatan merupakan kemampuan untuk memperoleh, mengolah serta memahami informasi dasar mengenai kesehatan serta layanan- layanan apa saja yang diperlukan di dalam membuat keputusan kesehatan yang tepat.

2)        Literasi Finansial yakni kemampuan di dalam membuat penilaian terhadap informasi serta keputusan yang efektif pada penggunaan dan juga pengelolaan uang, dimana kemampuan yang dimaksud mencakup berbagai hal yang ada kaitannya dengan bidang keuangan.

3)        Literasi Digital merupakan kemampuan dasar secara teknis untuk menjalankan komputer serta internet, yang ditambah dengan memahami serta mampu berpikir kritis dan juga melakukan evaluasi pada media digital dan bisa merancang konten komunikasi.

4)        Literasi Data merupakan kemampuan untuk mendapatkan informasi dari data, lebih tepatnya kemampuan untuk memahami kompleksitas analisis data.

5)        Literasi Kritikal merupakan suatu pendekatan instruksional yang menganjurkan untuk adopsi perspektif secara kritis terhadap teks, atau dengan kata lain, jenis literasi yang satu ini bisa kita pahami sebagai kemampuan untuk mendorong para pembaca supaya bisa aktif menganalisis teks dan juga mengungkapkan pesan yang menjadi dasar argumentasi teks.

6)        Literasi Visual adalah kemampuan untuk menafsirkan, menciptakan dan menegosiasikan makna dari informasi yang berbentuk gambar visual. Literasi visual bisa juga kita artikan sebagai kemampuan dasar di dalam menginterpretasikan teks yang tertulis menjadi interpretasi dengan produk desain visual seperti video atau gambar

7)        Literasi Teknologi adalah kemampuan seseorang untuk bekerja secara independen maupun bekerjasama dengan orang lain secara efektif, penuh tanggung jawab dan tepat dengan menggunakan instrumen teknologi untuk mendapat, mengelola, kemudian mengintegrasikan, mengevaluasi, membuat serta mengkomunikasikan informasi.

8)        Literasi Statistik adalah kemampuan untuk memahami statistik. Pemahaman mengenai ini memang diperlukan oleh masyarakat supaya bisa memahami materi-materi yang dipublikasikan oleh media.

9)        Literasi Informasi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang di dalam mengenali kapankah suatu informasi diperlukan dan kemampuan untuk menemukan serta mengevaluasi, kemudian menggunakannya secara efektif dan mampu mengkomunikasikan informasi yang dimaksud dalam berbagai format yang jelas dan mudah dipahami.

Sedangkan terkait dengan jenis-jenis literasi, maka jeni-jenis literasi meliputi :

1)        Literasi Dasar (Basic Literacy), literasi jenis ini bertujuan utnuk mengoptimalkan kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi

2)        Literasi Perpustakaan (Library Literacy), lebih lanjut, setelah memiliki kemampuan dasar maka literasi perpustakaan untuk mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.

3)        Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.

4)        Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.

5)        Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio- visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.

Sesuai uraian di atas kiranya dapat ditarik benang merahnya bahwa jenis- jenis literasi sekolah pada dasarnya mencakup aspek-aspek perkembangan baik terkait dengan teknologi, informasi, elektronik, kesehatan, literatur akademik dan lain sebagainya. Semuanya bermuara pada bagaimana mengembangkan potensi individu untuk lebih tertarik dalam proses pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.

 

C.           Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Literasi yang sering diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan menafsirkan informasi kemudian tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan. Pendidikan antara lain mengajarkan peserta didik meningkatkan kapasitas intelektualnya dan memiliki perangkat berpikir yang memadai untuk menjalankan perannya di tengah masyarakat dan kebudayaan. Gerakan literasi merupakan suatu gerakan yang digagas oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015 yang awalnya timbul akibat keprihatinan terhadap rendahnya kemampuan literasi dan minat baca masyarakat Indonesia.

Gerakan Literasi merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pengertian Literasi dalam konteks GLS adalah “kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara.” GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca. Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran. Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif. Keterampilan reseptif seperti keterampilan membaca dan menyimak. Keterampilan produktif diantaranya adalah keterampilan menulis dan berbicara. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah adalah suatu gerakan kolaboratif yang melibatkan warga sekolah, masyarakakat, akdemisi dan pihak-pihak di bawah koordinasi Kemendikbud. Kegiatan ini ditempuh untuk menumbuhkan pembiasaan pada peserta didik. Pembiasaan ini berupa kegiatan membaca selama 15 menit. Variasi kegiatan literasi bisa berupa keterampilan reseptif dan produktif. Literasi secara umum bertujuan untuk Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Gerakan Literasi adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi


 

 

kegiatan literasi sebagai sebuah gerakan agar dampaknya dapat dirasakan di masyarakat.

Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca. Keterampilan membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal lainnya. Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual peserta didik. Melalui membaca peserta didik dapat menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya

Oleh karena itu pihak sekolah harus mengadakan program Gerakan Literasi sebagai upaya untuk meningkatkan minat baca peserta didik dengan cara mengembangkan pengelolaan perpustakaan sekolah. Dalam pelaksanaan program Gerakan Literasi ini dapat dilihat dari kedisiplinan siswa, Gerakan Literasi dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan, dan tahap pembelajaran.

 

D.           Tahapan Pelaksanaan Gerakan Literasi

Gerakan Literasi dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:

1.    Pembiasaan

Pembiasaan bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi siswa. Fokus kegiatan dalam tahap pembiasaan antara lain:

a.         Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati (sustained silent reading).

b.        Membangun lingkungan fisik sekolah yang kaya literasi antara lain (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah); (3) penyediaan koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials). Berdasarkan penjabarannya GLS dalam tahap pembiasaan ini ditandai dengan penumbuhan kegiatan minat membaca yang menyenangkan di bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah.

2.    Pengembangan

Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan. Fokus kegiatan dalam tahap pengembangan antara lain:

a.    Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan nonakademik, contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan graphic organizers, bincang buku.

b.    Mengembangkan lingkungan fisik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap pengetahuan dengan berbagai kegiatan antara lain (1) memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik. Penghargaan ini dapat dilakukan setiap upacara bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (2) kegiatan- kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah (belajar dikebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan masyarakat, dan lain lain.)

c. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di perpustakaan sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman bacaan masyarakat atau sudut baca kelas dengan berbagai kegiatan antara lain (1)membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), menonton film pendek, dan/atau membaca teks visual/digital (materi dari internet); (2) peserta didik merespon teks (cetak/visual/digital), fiksi dan nonfiksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan berbincang tentang buku.Sesuai penjelasan di atas dalam tahap pengembangan Gerakan Literasi adanya proses mengembangkan kemampuan dalam memahami bacaan , dan kemampuan mengolah komunikasi secara kreatif dengan menanggapi bacaan pengayaan.

3.    Pembelajaran

Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction (dari internal) dan eksternal instructions (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teacing atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran.

Pada tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas. Fokus kegiatan dalam tahap pembelajaran ini antara lain:

a.         Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan nonakademik dan akademik.

b.         Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan tagihan akademik di kurikulum 2013.

c.         Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan graphic organizers).

d.        Menggunakan lingkungan fisik, sosial afektif, dan akademik disertai  beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.

 

E.     Kesimpulan

Literasi secara luas dapat diartikan sebagai upaya dalam meningkatkan pemahaman seseorang terkait dengan sesuatu yang perlu di pahami. Oleh karena itu pemahaman ini selalu dikaitkan dengan pendidikan. Memahami sesuatu berarti merupakan salah satu dari proses yang ada dalam pendidikan untuk menjadikan manusia dapat meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Dalam pengertian ini, berarti literasi dapat bermakna sangat luas, serta proses dan media yang digunakan dalam literasi juga bermakna sangat luas. Akan tetapi terkait dengan literasi dalam dunia pendidikan formal, pembahasannya difokuskan kepada literasi yang mengarah pada kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung, dimana berdasarkan literasi dasar baca dan tulis tersebut, maka peserta didik akan dapat mengembangkan kemampuan literasinya ke arah yang lebih luas. Proses yang dilakukan didalamnya, dapat dilakukan dengan pembiasaaan, pengembangan dan pembelajaran.

Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah “kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara.” Oleh karena itu, gerakan ini perlu melibatkan berbagai elemen yang ada dalam dunia pendidikan. GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Daftar Pustaka

Dewi Utama Faizah, et all, Panduan Gerakan Literasi di Sekolah Dasar, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016).

Laila Zumrotin, 2017, “Skripsi: Analisis penerapan Gerakan Literasi Sekolah (Kegiatan Membaca) dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa di SD Unggulan Aisyiyah Taman Harapan Curup, IAIN Rejang Lebong.

Maryaai, Kun dan Juju Suryawati. 2007. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Esis.

Posting Komentar

0 Komentar